Senin, 22 Agustus 2011

PANTESAN KITA GAK MAJU-MAJU



Pengelolaan keuangan negara sejatinya menyimpan banyak persoalan. Terbaru, sebagaimana dikutip Detik.com pagi ini (21/6), Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawaty  mengakui bahwa Kementerian Keuangan kurang leluasa dalam mengelola anggaran negara untuk mendanai kegiatan-kegiatan produktif karena sedikitnya ruang fiskal yang hanya sekitar 8% dari kapasitas APBN. Sebagian besar belanja negara ternyata mengalir ke daerah, dan terutama untuk membayar gaji PNS. Dia menyebutkan total pagu belanja negara di APBN 2011 sebesar Rp 1.229,6 triliun dan sebagian besar sudah teralokasi untuk mendanai kegiatan belanja yang sifatnya mengikat. Antara lain untuk transfer ke daerah sebesar Rp 393 triliun, bayar bunga dan utang pokok Rp115 triliun, subsidi Rp 188 triliun, dana pendidikan Rp 240 triliun dan bantuan sosial Rp63 triliun. Total dari 100% belanja negara yang Rp 1.200 triliun, 92% sudah untuk belanja mengikat. Jadi yang betul-betul free untuk pembangunan baru, new initiative, tidak lebih dari 8%. Itu untuk belanja infrastruktur, untuk mendorong pembangunan ekonomi.
Kita tidak pernah tahu berapa sebenarnya kebutuhan negara ini berkaitan dengan jumlah pegawai. Seorang kawan dengan berseloroh mengatakan bahwa jumlah pegawai negeri di negara kita sama seperti pria umur 50 tahun. Kaki dan kepalanya membesar sementara perutnya membuncit digantungi lemak. Artinya, pegawai di tingkat bawah dan atas jumlahnya cukup banyak, sementara pegawai di tingkat menengah jumlahnya membludak.  Meskipun terkesan pesimis, kawan itu juga mengharapkan aparat birokrasi di negara ini dapat meniru seorang pria muda yang rajin ke Gym. Seluruh anggota tubuhnya proporsional dibarengi perut yang six pack.
Dari penjelasan Wakil Menkeu tersebut, kita jadi paham, mengapa jalan-jalan kita dibiarkan berlubang dan tidak terurus, gedung-gedung perkantoran hanya sulam tambal atau sekolah-sekolah hampir ambruk tanpa ada upaya perbaikan. Kita juga jadi sadar kalau negara ini tidak punya kemampuan membangun stadion-stadion megah, gedung-gedung konser kesenian yang memadai atau membeli perlengkapan-perlengkapan militer kategori kelas 1.
Pembangunan “badan” infrastruktur yang terkesan jalan di tempat tersebut juga senasib sepenanggungan dengan pembangunan “jiwa” manusia Indonesia. Kita jadi tahu kalau pemerintah tidak punya kemampuan menyelamatkan warganya di luar negeri. Kita juga tahu kalau pemerintah kita lemah dalam menginisiasi para petani agar lebih berdaya. Pemerintah juga tidak mampu menghadapi berbagai gejolak perubahan sosial di tingkat akar rumput. Berbagai aksi kejahatan, tawuran warga bahkan hancurnya moral warga dihadapi hanya dengan strategi insidentil dan terpaksa. Tidak ada upaya-upaya sistematis untuk merasuk ke akar persoalan lalu memadamkannya.
Pantesan, kita gak maju-maju. Hampir 66 tahun kita merdeka dan kita masih berkutat di seputaran problem aparat birokrasi yang membengkak dan anggaran yang minimalis. Hampir tidak ada upaya riil pemerintah untuk mengantisipasi kedua persoalan itu. Setiap tahun kita masih dininabobokan dengan penerimaan pegawai yang besar. Tanpa sadar kalau itu adalah pengeluaran terbesar kita. Kita berharap pemerintah menyadari persoalan maha mendesak ini. Kita berharap ada sebuah blue print komprehensif yang bisa menjelaskan “mau dibawa kemana negeri ini”…


Tidak ada komentar:

Posting Komentar