Kamis, 04 Februari 2016

Selamatkan Anak kita sebelum berubah menjadi Penjahat




Angel adalah seorang anak lelaki keturunan afro hispanik. Ia terkenal nakal di rumah ataupun di sekolah. Meski kesehariannya dikenal sebagai anak yang tanggap dan responsif, nilai-nilainya di sekolah senantiasa berada di titik nadir. Ia juga bergabung dengan geng yang sering kali membuat onar. Parahnya lagi, Angel juga kedapatan mengisap mariyuana bersama teman gengnya.  Nasehat guru dan terutama orang tuanya dianggap angin lalu. Tak jarang pula ia mendebat dan berkata kasar pada ibunya. Dengan ayah tirinya, ia juga tidak akur. Ada kesan penolakan yang kuat terhadap nilai-nilai kekeluargaan. Kedua orang tuanya sudah sampai pada batas kesabaran. Tidak ada lagi yang dapat dilakukan untuk membawa Angel kembali pada jalur kebenaran demi masa depannya kelak.

Untunglah kisah Angel tidak terjadi di negara ini melainkan terjadi di negara adi kuasa, Amerika Serikat. Di negara superpower yang konon dibangun oleh para pemikir dan penggiat hak asasi manusia tersebut, Angel lalu dimasukkan dalam suatu program khusus yang menginisiasi anak agar berperilaku sosial baik dan menghormati orang lain. Program itu dikenal sebagai Juvenile Intervention Program (JIP). Dalam film dokumenter yang ditayangkan oleh stasiun tv Crime Investigation (CI) tanggal 4 Februari 2016, JIP dipaparkan dengan sangat menarik;

Anak yang bermasalah di sekolah atau keluarga diperlakukan seperti tahanan/narapidana selama sehari. Mereka dimasukkan dalam penjara dengan pakaian khusus yang berbeda dengan tahanan lain. Selanjutnya mereka dibawa melewati selasar di depan ruang-ruang penjara yang diisi oleh para narapidana. Para Napi yang melihat mereka akan mengeluarkan kata-kata kasar yang intinya meminta para penjaga menyerahkan anak-anak itu kepada mereka untuk di “kerjai”.

Setelahnya, anak-anak itu akan dibawa ke suatu ruangan khusus mendengarkan pengarahan dari para
penjaga yang telah dibekali ilmu psikologi. Para Napi yang berkelakuan baik selanjutnya mendapat giliran membagi “ilmunya”. Mereka akan meminta baik dengan halus maupun dengan kasar agar anak-anak itu tidak mengikuti jejak mereka. Pada titik ini, anak-anak itu akan terus dicekam ketakutan dan pengendalian amarah. Di sesi tersebut, anak-anak akan ikut makan bersama napi-napi sambil mendengarkan para napi ‘berkhotbah”;

Kamar mayat/jenazah menjadi persinggahan berikutnya. Anak-anak akan diberikan pemahaman
Anak-anak berdiri didepan kamar jenazah
bahwa kalau kenakalan di waktu lalu tetap diteruskan maka halte terakhir mereka selain di penjara adalah di kamar jenazah. Data statistik juga disampaikan bahwa kematian tidak hanya menimpa orang dewasa yang terjerat narkoba, kejahatan atau perilaku menyimpang lainnya


Sesi menghubungi keluarga juga disediakan. Dalam sesi itu anak-anak akan diberi kesempatan menelepon keluarganya.Model telepon yang diberikan adalah model berhadapan dengan telepon yang dipisahkan oleh kaca sebagaimana yang dilakukan oleh para penjahat kelas berat. Pada titik ini, air mata mulai mengalir. Dunia kekerasan yang mereka alami seharian penuh mulai mendekatkan mereka pada kerinduan akan suasana damai di rumah.

Pada bagian akhir program, setiap anak akan masuk ke ruangan khusus yang di tengahnya disediakan kasur gulung. Setiap anak akan ditanya, apakah menurutnya ia harus pulang ke tengah-tengah keluarganya atau tetap berada dalam penjara. Anak-anak itu akan membuat perbandingan, sikap kelakuan mereka di masa lalu, rencana-rencana untuk hidup lebih baik sampai pada resolusi ke depan yang akan dilakukan;

Film dokumenter tersebut berakhir dengan keadaan pasca 3 bulan program JIP. Wawancara yang dilakukan terhadap Angel, keluarganya atau teman-temannya di sekolah menunjukkan ada perubahan signifikan ke arah yang lebih baik. Nilai-nilai sekolahnya juga semakin meningkat sesuai dengan kecerdasannya. Hubungan dengan ibu dan orang tua juga lebih baik sehingga semua pihak senang dan terpuaskan.

Pola-pola pengasuhan dan pendidikan terhadap anak yang berperilaku menyimpang di Indonesia hanya sebatas rehabilitasi pasca kejahatan. Pola yang terjadi adalah pola kuratif atau mengobati. Karena polanya adalah mengobati maka anak akan diperlakukan sebagai pasien yang sedang sakit. Hubungan yang terjadi kemudian adalah hubungan dokter-pasien. Tidak ada interaksi intens. Dokter hanya datang mendiagnosa perkembangan penyakit kemudian pergi dan tidak lama berselang obat datang;

Pola itu berbeda dengan negara-negara lain seperti Amerika Serikat. Bagi anak berperilaku menyimpang, disediakan program yang bersifat preventif/pencegahan. Anak-anak itu akan di masukkan dalam suatu program seperti JIP yang memberikan penyadaran bahwa perilaku menyimpang itu tidak boleh diteruskan. Ada suatu keadaan dimana semua pihak memahami pentingnya penyadaran pada anak-anak sebelum mereka melewati batas dan berubah menjadi penjahat. Dalam program itu, anak-anak “nakal” yang kebanyakan belum mengetahui konsekuensi kenakalannya itu akan diikuti pola berpikirnya. Selanjutnya pola berpikir itu akan didorong sejauh mungkin ke depan sehingga anak-anak itu akan terperangah melihat apa yang akan terjadi  kedepan kalau kenakalan-kenakalan itu diteruskan.

Program-program pencegahan seperti ini sebaiknya dibuat dan diperbanyak oleh negara kita, sehingga Negara tidak terkesan hanya menampakkan diri secara bengis ketika kejahatan telah  berlangsung melainkan juga membantu kita para orang tua, dengan menampakkan wajah lembut dan tangan penyelamatnya ketika putra-putri kita akan dibekap dan ditarik ke dalam alam kegelapan