Kamis, 06 Oktober 2016

SPDP Baru tapi Lama



Prof. Topo Santoso, pernah menulis buku bagus tentang relasi Jaksa dan Polisi berjudul  : “ Polisi dan Jaksa, keterpaduan atau pergulatan”. Buku itu membahas sejumlah hal yang selama ini menjadi titik taut yang mengulur dan menegang dalam koordinasi Kejaksaan dan Kepolisian.
Gbr oleh Allacronyms

Salah satu hal yang mungkin belum tercover dalam buku itu berkaitan dengan penyerahan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan Penyerahan Berkas Perkara. Dalam tradisi di Kepolisian sebagaimana diatur dalam KUHAP, ketika penyidik mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum (Pasal 109 ayat (1)).

Selanjutnya dalam hal penyidikan selesai, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum (Pasal 110 ayat (1))  untuk kemudian diperiksa oleh Penuntut Umum dan bila berkas perkara tersebut belum lengkap maka penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi (Pasal 110 ayat (2))

Setelah lewat 14 hari sejak pengembalian berkas beserta petunjuk dan Penyidik belum juga mengembalikan berkas perkara maka penyidikan telah dianggap selesai dan Penuntut Umum meminta agar berkas perkara diserahkan kembali;

Dalam praktek, upaya itu seringkali tidak membuat Penyidik menyerahkan berkas perkara sehingga Penuntut Umum mengeluarkan P-20 atau Pemberitahuan bahwa waktu perbaikan berkas penyidikan telah selesai.  Kalau P-20 inipun tidak membuat penyidik tergerak untuk menyerahkan berkas maka dalam waktu 30 hari setelah pengiriman P-20, Penuntut Umum akan mengembalikan berkas perkara kepada penyidik.

Nah, sampai disini mestinya tidak ada masalah. Namun yang terjadi adalah Penyidik akan mengeluarkan SPDP baru dengan nomor dan tanggal yang baru menyampaikan bahwa beberapa bulan lalu, penyidik telah mulai melakukan penyidikan. Dari pengalaman yang terdahulu, banyak Penuntut Umum ketika membandingkan berkas perkara (berdasar SPDP baru) dengan petunjuk P-19 lama ternyata tidak ada perubahan sama sekali.

Saya pernah mencari tahu kepada beberapa penyidik yang pernah melakukan hal serupa dan jawabannya sangat mencengangkan. Menurut mereka, sikap dan pendapat Penuntut Umum seringkali tidak sama. Mereka telah melakukan pemetaan ada Penuntut Umum yang teliti dan detail, namun juga banyak Penuntut Umum yang percaya saja dengan berkas penyidik.

Pengiriman SPDP baru untuk perkara yang pernah dikembalikan Penuntut Umum diharapkan oleh penyidik akan jatuh ke tangan Penuntut Umum yang tidak detail sehingga berkas perkara dapat segera dinyatakan lengkap alias di P-21. Kalau hal itu terjadi maka Penyidik akan sangat girang karena terlepas dari kewajiban penghentian perkara;

Bagi Kejaksaan, hal itu mengesankan bahwa ilmu dan sikap Penuntut Umum memang rawan berbeda dan mudah di kotak-kotakkan. Maka yang terjadi adalah sesama Jaksa dapat dengan mudah memberi penilaian berbeda terhadap suatu kasus meskipun pola pikir dan ilmu yang dimiliki bersumber dari diklat yang sama.

Kejaksaan sebenarnya memiliki penangkal di bagian Pra Penuntutan dengan mengaktifkan data base sistem pencatatan kriminal atau dikenal sebagai statistik kriminal. Pegawai di bagian itu harus memiliki data base rekam jejak pelaku kejahatan yang pernah ditangani Kejaksaan sehingga ketika berkas perkara SPDP baru masuk, data itu langsung diperhadapkan dengan sistem pencatatan yang ada.

Bilamana ditemukan berkas itu ternyata baru tapi lama, maka Staf bidang Pratut tersebut melaporkan kepada pimpinan. Bilamana Penuntut Umumnya telah ditunjuk maka Penuntut Umum baru itu dengan mudah mengcopy ulang petunjuk dari berkas lama dan dikembalikan kepada Penyidik.  Skak mat !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar