Senin, 31 Juli 2017

Surat kepada Kawan perihal Bang Ipul

Sleman, 01 Agustus 2017

Kepada Kawan

di-

Mana saja berada


Kawan,

Hendak kukisahkan padamu tentang hikayat seorang manusia selebritis bernama Saiful Jamil. Insan ini sedemikian menarik perhatian sehingga ucapannya, nyanyiannya, tertawanya, kisah hidupnya bahkan kisah kasusnya pun menjadi daya tarik.

Kemarin Senin (31 Juni 2017) pada saat ulang tahun, Saiful jamil ini menjalani putusan di PN Tipikor Jakarta. Amboi, Kawan, dia mendapat hadiah ultah berupa pidana penjara selama 3 (tiga) tahun. Belum lagi ditambah hukumannya yang tempo hari selama 5 tahun, makin berlama-lamalah ia dalam terungku.

Tapi bukan itu saja yang hendak kuwartakan padamu Kawan. Kasus Bang Ipul (demikian orang lebih suka memanggilnya) terakhir ini menyeret pula nama Rochadi, Panitera Pengganti di PN Jakarta Utara. Bang Ipul dipersalahkan menyuap panitera Rochadi sejumlah Rp. 250 juta agar mengurangi rencana hukumannya yang akan diputus oleh Majelis Hakim dalam kasus pencabulan (jangan kaget membaca kata ini kawan)

Rupanya, kawan-kawan kita di Kuningan sudah menyadap (bukan menyadap karet seperti yang biasa kita lakukan dulu waktu kecil di tanah borneo), rencana ini. Bang Ipul akhirnya dibawa ke PN Tipikor, didakwa dan dituntut dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Tipikor. Sedangkan Rochadi kawan bersepakatnya itu dikenakan Pasal 5 ayat (2) UU Tipikor;

Mari kita urut ke belakang Kawan, sekaligus hendak kuminta pula pendapatmu. Dalam putusan Rochadi, Hakim berpendapat bahwa Rochadi tidak terbukti meneruskan uang itu pada Majelis Hakim. Bahwa Rochadi menerima uang Bang Ipul, fakta persidangan membenarkannya. Tapi dari tangan Rochadi, uang itu nampaknya berhenti karena tidak ada komunikasi dengan Hakim perihal uang tersebut;

Menurut dikau kawan, Rochadi ini telah menipu Bang Ipul ataukan menerima suap ? Kalau suap, apalah pula kewenangan atau kualifikasinya sehingga menerima uang itu ? Pasal 5 ayat (2) UU Tipikor ini kan hanya untuk pegawai negeri yang menerima sesuatu, berhubungan atau bertentangan dengan kewajibannya. Apalah pula kewajiban Panitera Pengganti yang justeru bukan Panitera Pengganti dalam kasus Bang Ipul ? Bolehkah kita bersepakat menyuap pada orang yang sebenarnya tidak punya kualifikasi ? Rochadi ini kan hanya mengaku-ngaku bisa membantu mengurangi vonis atau menjembatani Majelis Hakim agar membebaskan Bang Ipul. Malangnya pula nasib Bang Ipul. Ia tidak tahu kalau Rochadi ini sebenarnya cuman menerima uang trus dipakai atau disimpannya sendiri.

Nah, disinilah pendapatmu sangat penting bagiku kawan, apakah unsur menipunya Rochadi lebih besar ketimbang unsur menerima suapnya ? Apakah bohongnya Rochadi menjadi pemenuhan unsur menipu ataukah menjadi modus menerima suap ? Apakah Bang Ipul yang bicaranya selalu religius itu sedang tertipu ataukah sedang menyuap ? Baiknya dibawa kemana perkaranya ? PN jakarta Utarakah atau PN Tipikor ?

Kawan, engkau lebih tau soal-soal ini. Berilah aku pencerahan. Mumet rasanya kepalaku dengan soal-soalan ini.

Tolong aku Kawan,

Sahabatmu


Senin, 24 Juli 2017

Lomba Karya Tulis Ilmiah dalam rangka Ulang Tahun Kejaksaan 2017

Pernahkah anda mengikuti sebuah lomba karya tulis ? Beberapa waktu yang lalu, saya mencoba mengikutinya. Lomba yang saya ikuti itu adalah Lomba Karya Tulis dalam rangka Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) ke-57. Panitia pelaksananya adalah Panitia HBA di Kejaksaan Agung;

Pertama kalinya mengetahui lomba tersebut  dari WA yang dikirim oleh seorang sahabat di Kendari, Sultra. Sahabat itu bernama Noni Herawati (terimakasih buatmu). Ia berpikir bahwa saya adalah orang yang tepat untuk mengikuti lomba itu (meskipun saya malah berpikir sebaliknya). Sejak awal, saya merasa kurang berminat. Terbayang rumit dan kompleksnya mengikuti suatu lomba mulai dari persiapan sampai presentasi. Namun kawan ini, setiap hari mengirim SMS, WA bahkan menelepon berusaha membangkitkan semangat untuk ikut.

Entah mungkin tersulut semangatnya atau merasa terteror (hehehe), saya lalu membulatkan tekat untuk ikut. Pertama-tama, saya harus menentukan topik. Kejaksaan Agung menentukan beberapa tema besar dan bagian pesertalah yang harus menentukan topik. Soal topik ini, agak lama prosesnya karena saya memandang tulisan nantinya tidak sekedar berpola deskriptif layaknya skripsi. Tulisan ini harus sekelas tesis karena mencoba mencari selisih antara das sollen dan das sein sekaligus memberikan rekomendasi solusi yang layak. Selain itu juga harus menawarkan gagasan baru yang orisinil.  Tulisan juga harus memiliki basis teori yang kuat sebagai pisau analisis yang tajam ketika membedah persoalan;

Saya akhirnya menemukan topik yang pas setelah melakukan brainstorming dengan beberapa kawan di bidang Datun Kejari Sleman. Belum puas, saya mengkonsultasikan topik tersebut ke Wakil Ketua PN Sleman yang lama berkecimpung menjadi Hakim Tipikor Jakarta dan Kajari Sleman. Setelah mendapat lampu hijau dari kedua beliau itu, saya merasa siap memulai penjelajahan intelektual;

Saya lalu menetapkan schedule sebagai awal persiapan. Saya mempersiapkan membaca literatur untuk pengayaan materi selama 4 hari sebelum kemudian mulai menulis selama 3 hari. Saya bersyukur memiliki kebiasaan membeli dan membaca buku sejak mahasiswa sehingga untuk literatur saya tinggal mengeluarkan buku-buku itu dari dalam lemari buku. Saya juga melengkapi diri dengan menjelajahi dunia internet dan beberapa jurnal varia peradilan (saya beruntung memiliki koleksi lengkap setelah membeli puluhan buku dari seorang hakim yang pindah tugas). Merasa belum cukup, saya juga mendatangi beberapa toko buku di jogja untuk menelusuri topik yang saya maksud;

Ketika waktu untuk menulis tiba, hambatan mulai muncul. Penyakit Maag yang saya akrabi sejak mahasiswa kambuh. Saya berjuang menganalisis sambil merangkainya dalam tulisan di tengah-tengah rasa pusing, mual dan sesekali muntah. Hambatan lain muncul, Kantor memberikan amanat untuk menjadi JPU dalam proses ekstradisi warga Afganistan yang diminta oleh Pemerintah Australia. Beruntung saya memiliki Kasi Pidum (Trims bos) yang cowboy juga sehingga proses pengurusan dokumen dan segala macam administrasi serta pengendalian keadaan lapangan berjalan dengan lancar. Terhadap soal-soal ini saya juga bersyukur dikaruniai dan dibantu kawan-kawan biro hukum Kejagung yang ulet dan trengginas (trims Mas Reza dan Mbak Fiyu)

Setelah menyelesaikan tulisan plus kerjaan kantor, saya mengirim tulisan. Tulisan itu berjudul,  Peningkatan Penanganan Perkara Kejaksaan Dalam Pemberantasan Korupsi (Studi Penyelesaian Kelebihan Nilai Aset Terpidana Dalam Pembayaran Uang Pengganti).

Dasar tulisan ini sederhana, literatur yang ada hanya menunjukkan bagaimana cara dan proses eksekusi uang pengganti dalam perkara tipikor ketika Terpidana tidak memiliki harta benda yang mencukupi. Saya membalik logika itu. Bagaimana kalau aset terpidana yang pernah disita penyidik (misalnya berupa tanah atau properti) ternyata mengalami lonjakan nilai ketika hendak dilakukan pelelangan ? Apakah kelebihannya harus dikembalikan ? Aturannya mana ? Kalau dikembalikan, apakah negara tidak dirugikan, mengingat dengan harga yang sama, Negara tidak akan mampu membeli nilai yang sama dengan ketika barang itu disita ?

Beberapa waktu kemudian saya dikabari oleh Kabag TU Puslitbang yang menjadi panitia agar segera ke Jakarta untuk melakukan presentasi di hadapan Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung dan Para JAM serta Prof. Indriyanto dan Prof Hikmahanto dari UI. Saya cukup excited sekaligus was-was karena harus mulai membaca dan mempersiapkan presentasi, mengingat harus dilakukan dihadapan para petinggi Kejaksaan.

Tepat pada hari Rabu tanggal 19 Juli 2017, saya sudah berada di Sasana Pradata Kejaksaan Agung RI untuk melakukan presentasi. Saya mendapat giliran kedua untuk maju. Agak tegang ketika memulai pemaparan walaupun kemudian lebih rileks pada pertengahan dan malah berapi-api pada bagian akhir. Saya diuntungkan oleh situasi bahwa basis teori tentang Economic Analysis of Law yang saya gunakan sedang menjadi trend di Amerika dan hal itu dipahami dengan sangat baik oleh Prof. Indriyanto. Bahkan dalam review, Prof. Indriyanto juga menambahkan kebaruan informasi terkait tema yang saya ambil. Beliau juga menambahkan untuk memperkuat metodologi dan tidak terlalu banyak berkutat pada teori.

Saya menerima berbagai saran tersebut mengingat pola deduktif yang saya tuangkan dalam tulisan ternyata hanya terbaca pada bagian umum ketika presentasi. Saya hanya mencadangkan waktu sedikit ketika harus mengupas soal penerapan teori dalam pelaksanaan penanganan perkara di Sleman sekaligus menganalisis suatu putusan hakim banding terkait tema yang saya angkat.

Saya bersyukur bahwa review Prof. Indriyanto telah membantu memperkaya tulisan saya. Saya bersyukur dibantu oleh teman-teman yang hebat dalam menyelesaikan tulisan dan pekerjaan saya. Saya bersyukur teman-teman yang lebih ahli di Kejaksaan tidak ikut mengirimkan tulisannya. Saya bersyukur ada hadiah Rp. 15 juta yang akhirnya jatuh ke tangan saya. Saya bersyukur. Terimakasih Tuhan. You are too good to me

Dirgahayu Kejaksaan RI

Sleman, 25 Juli 2017