Kamis, 01 Desember 2011

Putusan Mahkamah Militer Luar Biasa An. Letnan Kolonel Untung (Kasus G 30 S/PKI)

Awalnya adalah kunjungan rutin ke toko buku di Jogja. Kebetulan ada banyak buku yang diobral karena sudah lama terbit namun belum juga diminati pelanggan. Saya melihat-lihat tanpa ada niatan untuk membeli. Tiba-tiba saya melihat sebuah buku dengan judul unik, “Tindak Pidana Makar menurut KUHP” karangan Djoko Prakoso yang terbit tahun 1986. Saya tertarik karena menyadari bahwa sejak lama perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana makar belum banyak mengalami perubahan. Ketika melihat daftar isi, saya terhenyak, ternyata dalam buku ini ada putusan Mahkamah Militer Luar Biasa dalam kasus Letnan Kolonel Untung. Akhirnya buku seharga Rp. 3000.- itu berpindah ke dalam tas saya.
Letnan Kolonel Untung adalah seorang tokoh antagonis yang tidak dapat dilepaskan dari sejarah bangsa khususnya ketika pemberontakan PKI berkobar pada paruh akhir 1965. Perannya yang begitu sentral dalam peristiwa tersebut juga menjadi semakin penting karena dia adalah salah satu aktor papan atas organisasi PKI yang pernah menjalani proses peradilan pidana.
Dalam tulisan berikut, saya tidak hendak menghakimi berdasar nilai kesejarahan (karena itu adalah domain para sejarawan). Saya hanya akan menunjukkan beberapa hal yang berkaitan dengan hukum pidana khususnya terkait surat dakwaan, pertimbangan dan putusan hakim.
Putusan Mahkamah Militer Luar Biasa No. PTS-03/MB/U/1966 tanggal 7 Maret 1966 memperlihatkan suatu proses persidangan yang berlangsung sangat cepat. Persidangan dimulai sejak tanggal 23 Februari 1966 hingga putusan dibacakan tanggal 7 Maret 1966. Waktu kerja yang dipergunakan hanya 11 hari (diluar hari minggu). Musyawarah Majelis Hakim (dilakukan diluar persidangan) pun dilakukan dan disepakati pada hari minggu tanggal 6 Maret 1966.
Pada bagian awal putusan, disebutkan identitas terdakwa, yaitu UNTUNG Bin SJAMSURI, umur 40 tahun, dilahirkan di Desa Seruni, Kedung Badjul Kebumen (Jawa Tengah) pada tanggal 3 Juli 1926, agama Islam, pangkat terakhir Letnan Kolonel Infantri NRP. 11284, jabatan Dan Jon I Kawal Kehormatan Cakrabirawa (berdasarkan Keputusan Presiden/Panglima ABRI/KOTI/1965 tanggal 4 Desember 1965 diberhentikan dengan tidak hormat dari pangkat dan jabatannya dalam dinas ketentaraan terhitung mulai tanggal 30 September 1965), tempat tinggal Jalan Cidurian Jakarta.
Surat Dakwaan (dulu disebut Surat Tuduhan) yang disusun oleh Oditur Militer adalah :
A.    1. Tuduhan Pertama : Pasal 107 ayat (1) dan ayat (2) KUHP
2. Tuduhan Kedua : Pasal 108 ayat (1) sub 1 dan ayat (2) KUHP
3. Tuduhan Ketiga : Pasal 66 KUHPT (KUHP Tentara) berhubungan dengan Pasal 110 ayat (1), 107 dan 108 KUHP
B.    Tuduhan Primair : Pasal 340 berhubungan dengan pasal 55 ayat (1) sub 2 KUHP
Tuduhan Subsidair : Pasal 328 berhubungan dengan pasal 55 ayat (1) sub 2 KUHP

Terlihat bahwa surat tuduhan demikian berciri kombinasi. Secara pokok bentuknya adalah kumulatif yang terdiri atas dua bagian. Bagian pertama khusus berkaitan tentang tindak pidana makar sedangkan bagian kedua tentang tindak pidana menggerakkan orang lain melakukan pembunuhan berencana serta penculikan. Dari surat tuduhan tersebut nampak ada kesan “dipaksakan”. Pasal-pasal dalam Surat tuduhan bagian A memiliki sanksi maksimal berupa penjara seumur hidup. Untuk itu maka Pasal-pasal pada bagian B “dimasukkan” karena memiliki ancaman pidana tertinggi yaitu hukuman mati.
Saksi yang diajukan dalam perkara tersebut sebanyak 14 orang, terdiri dari 13 saksi yang diajukan Oditur militer yaitu : Gatot Sukresno, Heru Atmodjo, Wahjudi, Suradi, Sujono, Sukirman, Anwar Rachman, Ngadimo, Mukidjan, Raswad, Gijadi, Kuntjoro dan Anis Sujatno. Terdakwa mengajukan 1 orang saksi meringankan (a decharge) yaitu eks Mayor Rudito.
Surat-surat, berkas-berkas dan barang bukti yang diajukan terdiri dari 14 buah benda terdiri dari dokumen-dokumen, uang, senjata api, visum et repertum, foto dan pernyataan-pernyataan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan di depan persidangan, diperoleh fakta-fakta sidang :
1.    Pada tanggal 30 September 1965 malam, anggota-anggota pimpinan G.30.S termasuk terdakwa berkumpul di gedung PENAS untuk mulai menggunakannya sebagai markas Cenko (Central Komite).
2.    Pada tanggal 30 September 1965 malam, terdakwa beserta anggota Cenko lainnya memeriksa persiapan pasukan-pasukan di basis Lubang Buaya, dimana antara lain terdakwa memberikan perintah-perintah pada Dan Pasopati yang akan menjalankan tugasnya mengambil para jenderal.
3.    Organisasi G 30 S yang malam itu mulai digerakkan adalah sebagai berikut :
-       Central Komando (Cenko) adalah pimpinan tertinggi gerakan yang diketuai oleh terdakwa dan beranggotakan eks Kolonel Latief, eks Mayor Sujono, Sam dan Pono.
-       Anggota-anggota Cenko mempunyai tugas eks Kolonel Latief urusan Pasukan dan Teritorial, eks Mayor Sujono urusan Basis dan Logistik, Sam dan Pono urusan Politik dan Massa.
-       Cenko membawahkan tiga pasukan yaitu Pasukan Pasopati dipimpin Dul Arief, Pasukan Bimasakti dipimpin oleh eks Kapten Suradi, Pasukan Pringgodani dipimpin oleh eks Mayor Sujono dengan wakilnya eks Mayor Gatot Sukresno.
4.    Pengepungan dan penyerangan bersenjata terhadap rumah-rumah Menteri Koordinator Pertahanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata, Meneteri Panglima Angkatan Darat dan beberapa perwira-perwira tinggi Angkatan Darat dan berhasil membunuh YM Menteri Panglima Angkatan Darat Jenderal A. Yani, Jenderal Pandjaitan dan Jenderal Harjono serta menculik Jenderal S. Parman, Jenderal Suprapto, Jenderal Sutojo, Kapten P. Tendean (Ajudan Menteri Koordinator Pertahanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata)
5.    Oleh pasukan Bimasakti telah dilakukan penguasaan atas obyek-obyek vital antara lain RRI Pusat Jakarta dan Kantor Telekomunikasi Gambir dan penempatan pasukan di sekitar Istana Merdeka.
6.    Pada tanggal 1 Oktober 1965 melalui RRI yang telah mereka kuasai telah diumumkan/disiarkan pengumuman yang isinya tentang penangkapan terhadap para jenderal dan penyelamatan PYM Presiden.
7.    Pada tanggal 1 Oktober 1965 terdakwa dalam kedudukannya sebagai Dan G 30 S telah menandatangani Dekrit No. 1 tentang Pembentukan Dewan Revolusi Indonesia, yang mana pada hari itu juga telah disiarkan melalui RRI yang telah mereka kuasai.
8.    Pada tanggal 1 Oktober 1965 terdakwa dalam kedudukannya sebagai Dan G 30 S telah menandatangani Keputusan No. 1 tentang Susunan Dewan Revolusi dan Keputusan No. 2 tentang Penurunan dan Kenaikan Pangkat, yang mana kedua keputusan itu pada hari itu juga telah disiarkan melalui RRI yang telah mereka kuasai.

Sedangkan fakta-fakta hukum berkaitan dengan terdakwa adalah :
1.    Pada tanggal 30 September 1965 malam, terdakwa mengadakan pemeriksaan atas persiapan pasukan-pasukan di Basis Lubang Buaya
2.    Telah menunjuk Dul Arief sebagai Dan Pasopati
3.    Telah memerintahkan untuk mengadakan penyelidikan terhadap sasaran yang ditentukan
4.    Telah memberikan perintah-perintah pada Dan Pasopati yang akan menjalankan tugasnya mengambil para jenderal
5.    Telah menerima laporan dari Dul Arief tentang hasil tugas pasukan Pasopati (pengambilan para jenderal)
6.    Telah menerima laporan dari Latief tentang penyelesaian para Jenderal yang telah diambil
7.    Telah menerima laporan dari delegasi yang ditugaskan menghadap PYM Presiden
8.    Telah menandatangani Dekrit No. 1 dan Keputusan No. 1 dan 2, yang kemudian disiarkan melalui RRI

Setelah seluruh pemeriksaan berakhir dan Oditur telah membacakan tuntutannya serta terdakwa mengajukan pembelaan, Majelis Hakim lalu menjatuhkan putusan sebagai berikut :
-       Menetapkan terdakwa bersalah melakukan kejahatan-kejahatan :
1.    Makar (aanslag) dengan niat untuk menggulingkan Pemerintah Republik Indonesia yang sah
2.    Pemberontakan dengan mengangkat senjata terhadap kekuasaan pemerintah yang sudah berdiri di Indonesia
3.    Permufakatan jahat (samen spanning) untuk melakukan makar dengan niat untuk menggulingkan Pemerintah Republik Indonesia yang sah dan untuk melakukan pemberontakan dengan cara melawan atau menyerang dengan senjata kepada kekuasaan yang telah berdiri di Negara Republik Indonesia
4.    Dengan sengaja menggerakkan orang lain melakukan pembunuhan yang direncanakan dengan jalan memberikan keterangan-keterangan dan memberi kesempatan serta ikhtiar (middelen)
-       Menghukum terdakwa karena kejahatan-kejahatan itu dengan :
                    HUKUMAN MATI
-       Memerintahkan supaya barang-barang bukti semuanya dirampas untuk negara
-       Biaya-biaya dalam perkara ini dibebankan pada negara.

Demikian putusan Mahkamah Militer Luar Biasa dengan ketua Letkol Soedjono Wirjohatmodjo, SH dan hakim-hakim anggota : Letkol Udara Zaidun Bakti, AKBP Drs. Kemal Mahisa, SH, Mayor (P) Hasan basjari, SH dan Mayor TIT Soegondho Kartanegara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar