Senin, 22 Agustus 2011

KEJUJURAN VS KEBOHONGAN


Hari ini beberapa tokoh masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Pendukung Kejujuran, berkumpul di aula Mahkamah Konstitusi. Mereka datang untuk menghormati perjuangan seorang ibu dari Surabaya yang mencoba untuk jujur melaporkan adanya kasus contek massal di sekolah dasar tempat anaknya menuntut ilmu.
Di negeri ini budaya kebohongan adalah budaya yang mewabah. Mulai dari kalangan paling atas sampai masyarakat bawah sangat lekat dengan sifat ini. Masih ingat ketika para tokoh agama mengkritisi pemerintah dengan 18 kebohongan ? Para politisi yang setiap hari berkoar tentang pemihakan pada rakyat kecil sembari wara-wiri kesana kemari dengan kendaraan berharga ratusan juta sampai milyaran ? Atau yang terbaru kebohongan melalui surat tentang yang berhak duduk di kursi parlemen ?
Ya, negeri ini memang lekat dengan kebohongan atawa ketidakjujuran. Kebohongan itu nampak secara kasat mata mulai dari yang sifatnya wacana sampai pada yang realitas. Kebohongan juga nampak ketika seseorang berusaha melakukan politik pencitraan. Sesungguhnya sah-sah saja orang mengelola “citra” dirinya sepanjang memang idealitas itu berhampiran dengan realitas. Namun ketika kedua hal itu terpisah bagai langit ketujuh dan kerak bumi, masyarakat akan menjatuhkan palu godamnya dengan sinisan, cibiran bahkan umpatan.
Akhirnya, kejujuran menjadi barang langka. Ketika seseorang berusaha untuk jujur, tiba-tiba kita semua tersentak. Kita merasa terkejut karena ditengah himpitan berbagai persoalan hidup, masih ada orang yang berusaha untuk jujur. Sayangnya (atau malah untungnya), sikap jujur itu lahir dari seorang ibu rumah tangga nun jauh dari sentrum kekuasaan Jakarta.
Ibu itu telah menohok dengan telak kepongahan dan kebohongan kita semua. Ibu itu telah mendidik tanpa maksud menggurui para pemimpin bangsa ini. Kalau hati nurani masih bersemayam di dada para pemimpin bangsa ini, sikap jujur seorang ibu tersebut harusnya membuat mereka malu, membuat mereka sadar bahwa kejujuran memang harus diwariskan atau di tularkan. Kejujuran harus dicontohkan dengan penuh keteladanan, bukan dengan perintah, instruksi… apalagi curhat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar