Bagi penggemar film-film
action, keberadaan sosok pahlawan yang merayap dalam kegelapan lalu
mengeksekusi korbannya kemudian menghilang sebelum orang lain sadar tentu bukan
hal yang asing. Penonton seringkali terpana menyaksikan kelihaian tokoh
idolanya menjalankan misi rahasia tanpa gembar-gembor. Keinginan publik itu
bersahutan dengan para penulis skenario dan para sutradara yang kemudian
menciptakan tokoh-tokoh fiktif nan hebat. Sejarah film banyak diwarnai
karakter-karakter seperti ini, mulai dari sekuel-sekuel James Bond, Indiana
Jones, The A Team, Charlies Angels, Remington Steel, The Saint, hingga Ethan
Hunt dalam Mission Impossible.
Saking ramainya film-film
dengan karakter canggih dalam ilmu bela diri dan teknologi, penonton seringkali
lupa bahwa orang-orang seperti itu tidak hanya hidup dalam dunia fiktif
perfilman namun benar-benar nyata, ada dalam kehidupan. Keahlian bela diri,
mengeksekusi dan mengelabui lawan dengan standar yang tinggi telah menjadi ciri
khas beberapa kelompok dalam dunia nyata di berbagai belahan negara. Serdadu
Gurkha di Nepal adalah contoh serdadu dengan kemampuan berperang yang alamiah,
agresif di medan pertempuran, tidak takut mati, loyalitas yang tinggi, tahan
dalam berbagai medan, fisik yang kuat dan pekerja keras. Demikian pula dengan
Ninja di Jepang sejak zaman para Shogun. Ninja hadir dalam sosok yang terampil
bela diri, ahli menyusup dan serba misterius.
Namun dari sekian banyak
kelompok-kelompok dunia yang dekat dengan dunia kekerasan, kelompok yang paling
misterius sekaligus menimbulkan keingintahuan yang kuat bagi saya adalah
Kelompok HASHSHASSIN. Kelompok ini
pernah hidup dan meninggalkan sepak terjang yang menakutkan pada abad ke-XI
sampai XIII Masehi di wilayah Timur Tengah. Penggambaran terhadap kelompok ini dapat dilihat pada film "the prince of persia" dan game "assassin creek". Perbedaan kelompok HASHSHASSIN
dengan kelompok Ninja atau Gurkha adalah bahwa kelompok HASHSHASSIN berdiri
sendiri sebagai suatu organisasi independen dengan agenda-agenda tersendiri.
Sedangkan kelompok Ninja dan Gurkha menempel pada kekuasaan, melaksanakan
tugas-tugas yang mendukung kekuasaan ataupun agenda kekuasaan.
Kelompok HASHSHASSIN boleh
jadi adalah cikal bakal Kelompok Kejahatan Terorganisir (Organized Crime), jauh
sebelum kelompok-kelompok Gangster Amerika, mafia Italia, Triad di China atau
Yakuza di Jepang. Pada umumnya, kelompok-kelompok ini sebagaimana juga
HASHSHASSIN, adalah kelompok yang berlatar belakang finansial dan “terjun” ke
dalam dunia politik sebagai upaya untuk memperluas sumber-sumber finansial guna
mengukuhkan kebutuhan kelompok. Meski seringkali berafiliasi dengan kekuatan-kekuatan
politik, kelompok ini juga menerima “order” dari kelompok lain sepanjang sesuai
dengan keinginan dan mendatangkan pemasukan bagi kelompok.
Menurut seorang kawan
dalam catatan lepas. blogspot, Ada beberapa pendapat tentang asal-usul nama
Hashshasshin ini. Ada yang berpendapat bahwa nama ini diambil dari kata arab
yaitu Hashishin yang berarti pengguna hashis (ganja). Kata ini diambil karena
merujuk kepada perbuatan kelompok ini yang sering menghisap ganja. Ada juga
yang berpendapat bahwa kata Hashashin itu sendiri berasal dari pemimpin mereka
yaitu Hasan-i Sabbah atau yang dijuluki sebagai The Old Man from Mountain. Jadi Hashashin maksudnya adalah pengikut
Hasan. Dan karena kemahiran Hashashin untuk membunuh, maka Hashashin menjadi
asal kata dari Assasin. Namun menurut
sejarawan Amin Malouf, Hasan-i Sabbah suka menyebut pengikutnya dengan Asasiyun yang berarti asas (fondasi)
dari iman. Penyimpangan total terhadap syariat islam dan keyakinan
masyarakat syiah yang mereka lakukan menjadi alasan para ulama syiah mendakwa
mereka sebagai orang-orang murtad dan sesat. Assassins sebenarnya bukan hanya
beda di permukaan, tapi memiliki perbedaan secara substansial dan doktrinal.
Secara akidah sebenarnya Assassins tidak lagi bisa dipandang sebagai bagian
dari kaum Muslimin karena mereka tidak mewajibkan sholat, zakat, dan puasa,
sesuatu yang sangat esensial di dalam Islam.
Setelah
dua abad lebih kelompok assasins lihai membunuh musuh-musuhnya dengan racun dan
senjata. Kelompok-kelompok ini juga mahir melakukan serangan-serangan bawah
tanah yang pernah menjadi momok di kawasan timur tengah. Karena tidak mampu
membentuk satuan tentara konvensional, kaum Nizariyyah membentuk peperangan
asimetris yang mengubah tindakan pembunuhan politis menjadi suatu sistem untuk
bertahan hidup dan pertahanan terhadap musuh-musuhnya. Mereka melatih pasukan
komando tersamar yang sangat terlatih (ahli dalam bahasa, ilmu pengetahuan,
perdagangan dan lain-lain, yang dikenal sebagai Fedayeen, yang secara diam-diam
akan menginfiltrasi posisi musuh dan selalu menyamar. Fedayeen menggunakan
ketrampilan mereka yang termasyhur untuk tujuan-tujuan politik tanpa harus
membunuh; misalnya seorang korban, biasanya berpangkat tinggi, di suatu pagi
akan mendapati belati Fedayeen di atas bantalnya di saat bangun pagi. Ini
petunjuk yang jelas bagi orang tersebut bahwa dia tidak lagi aman dimanapun,
bahwa lingkaran dalam para pelayannya telah diinfiltrasi oleh kelompok pembunuh
tersebut, dan bahwa tindakan apapun yang menyebabkannya berkonflik dengan kaum
Hashshashin harus dihentikan, jika ia ingin hidup. Di Persia mereka menggunakan
taktiknya secara langsung terhadap kaum Turki seljuk yang membunuhi kaum
Nizari. Saat membunuh tokoh tertentu, mereka sangat hati-hati, melakukannya
tanpa jatuhnya korban yang tidak perlu dan hilangnya nyawa orang yang tak
bersalah, meski mereka juga sengaja membentuk reputasinya yang mengerikan
dengan membantai korbannya di depan umum. Umumnya, mereka mendekati dengan
memakai samaran, atau telah menjadi agen tersamar di suatu kelompok. Mereka
lebih menyukai belati atau pisau kecil yang tersembunyi, mereka menolak
menggunakan racun, panah atau alat lain yang bisa memungkinkan penyerangnya
lolos dan hidup.
Dilihat dari kaca mata sekarang,
kegiatan kelompok HASHSHASSIN masuk dalam Pengaturan United Nations Conventions
Againts Transnational Organized Crime, atau yang dikenal dengan Palermo
Convention, tahun 2000. Dalam konvensi itu, kelompok ini dapat dimasukkan ke
dalam kategori Kejahatan transnasional terorganisasi (transnational organized crime). Apa yang dilakukan oleh kelompok HASHSHASSIN
tidak terikat oleh batas-batas teritorial negara, baik dalam kawasan maupun
berbeda kawasan (borderless). Pada dewasa ini, hampir dapat dipastikan bahwa
beberapa jenis atau bentuk kejahatan tidak lagi dapat hanya dipandang sebagai
yurisdiksi kriminil satu negara, akan tetapi sering diklaim termasuk yurisdiksi
kriminil lebih dari satu atau dua negara.
Mengingat bahwa struktur dan
independensi kelompok HASHSHASSIN hidup di abad XI sampai XIII M, kelompok ini
dapat dikatakan luar biasa karena pengaturan terhadap kelompok demikian baru
ada + 800 tahun kemudian.
22 Mei 1176 Salahuddin al Ayyubi lolos dari percobaan pembunuhan di dekat Aleppo (Suriah). Pelakunya ditengarai adala kelompok Hashshassin. Saya jadi penasaran, apa kelompok ini punya kaitan dgn para Ksatria Templar?
BalasHapus