Pada tanggal 5 hingga 9 Maret 2012 kemarin, saya bersama sekitar 40
peserta lain mengikuti Diklat Manajemen Peradilan Pidana I di jakarta Center
for Law Enforcement Cooperation (JCLEC) Semarang. Diklat tersebut terselenggara
atas kerjasama pihak JCLEC, United Nations Offices on Drug and Crime (UNODC)
dan Organisasi Kemitraan. Para pemateri sengaja didatangkan dari dunia
akademisi yang sangat paham dengan dinamika peradilan pidana ditinjau dari ilmunya masing-masing. Diklat yang diselenggarakan dengan peserta dari LBH, Kepolisian, KPK,
Kejaksaan, Mahkamah Agung tersebut berupaya menekankan kerjasama dan koordinasi
dalam penanganan perkara.
Berbagai materi menarik disajikan dalam diklat lima hari tersebut.
Sistem Peradilan Pidana disajikan berdasar kaca mata sosiologi, psikologi,
manajemen dan hukum pidana. Termasuk juga perbandingan dengan sistem peradilan
pidana yang berlaku di salah satu negara eropa oleh seorang penegak hukum dari
negara eropa tersebut.
Kerjasama dan koordinasi dianggap penting oleh penyelenggara atas dasar
pemahaman bahwa banyak masalah yang terjadi di pengambilan kebijakan ataupun di
tingkat lapangan terjadi karena keengganan, keseganan ataupun ego sektoral
masing-masing institusi.
Dari sekian banyak materi yang disajikan (termasuk game-game hiburan
yang menekankan kerja sama), materi yang saya anggap paling menarik adalah pandangan
sosiologi tentang Peradilan Pidana. Materi ini dibawakan dengan sangat menarik
oleh Dr. Bagong, seorang akademisi dari Universitas Airlangga Surabaya. Dengan pola
andragogi yang tidak terkesan menggurui, Dr. Bagong (sering menyebut diri hanya
sebagai Pak Bagong) menyajikan kisah-kisah konflik yang nyata terjadi di
masyarakat. Dengan mengungkap hal-hal tersebut, beliau telah membongkar pemahaman
yang selama ini menjadi basis tindakan para penegak hukum dalam melaksanakan
tugas-tugasnya.
Pak Bagong memulai uraiannya dengan menyajikan bahwa teori harmonis yang
selama ini menjadi cita-cita semua orang adalah teori yang tidak memiliki
banyak referensi. Harmonisasi sesungguhnya tidak ada. Kalau harmonisasi dipahami
sebagai ketiadaan konflik maka kata itu sebenarnya hanya hidup dalam dunia
idee. Tidak ada satu unit masyarakat terkecilpun yang benar-benar harmonis.
Oleh karenanya, keberhasilan dalam pengelolaan kehidupan masyarakat bukan
karena ketiadaan konflik melainkan
karena kemampuan mengelola konflik.
Ajaran yang mengakomodasi konflik sebagai bagian dari kehidupan
masyarakat banyak digunakan oleh Georg Simmel yang kemudian disempurnakan oleh
Lewis A. Coser. Menurut Coser, konflik merupakan proses yang bersifat
instrumental dalam membentuk dan memelihara struktur sosial. Konflik membentuk
batas imajiner antara dua kelompok masyarakat. Ketika konflik terjadi, ia juga
secara tidak langsung memperkuat identitas kelompok, mengeratkannya dan
melindunginya agar tidak “ditelan” oleh kelompok masyarakat lainnya.
Agar konflik tidak membesar dan meledak, Coser menawarkan gagasan yang
disebutnya sebagai safety valve atau
katup penyelamat. Gagasan ini adalah salah satu mekanisme khusus yang dapat
dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial. “Katup
penyelamat” membiarkan luapan permusuhan tersalur tanpa menghancurkan seluruh
struktur, konflik membantu “membersihkan suasana” dalam kelompok yang
sedang kacau. Coser melihat katup
penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar yang meredakan permusuhan, yang tanpa
itu hubungan- hubungan di antara pihak-pihak yang bertentangan akan semakin
menajam
Pada tataran masyarakat yang lebih luas (Pak Bagong sering mengambil
daerah Surabaya sebagai contoh), “Katup penyelamat” ini dapat berupa teriakan, umpatan/makian
suatu kelompok pada kelompok lainnya atau bahkan dapat berupa memori kolektif
yang dijaga sekedar sebagai basis tindakan. Dengan mengambil contoh kejadian di
daerah “Kembang Jepun” yang relatif stabil, Pak Bagong menunjukkan bagaimana
kohesivitas hubungan dibangun atas dasar perbedaan suku, agama ataupun ras. Perbedaan
itu tidak sampai mengakibatkan kericuhan atau kerusuhan dikarenakan setiap
kelompok menerima manfaat dari kohesivitas hubungan tersebut. Tujuan/manfaat yang
diterima itu pada gilirannya menyatukan semua pihak untuk berinteraksi dan
saling menerima meski terkadang terselip konflik sebagai “Katup penyelamat” yang
menyalurkan energi negatif.
Pada konteks hubungan antara sesama penegak hukum, pengelolaan konflik
antar setiap institusi harus dipandang sebagai upaya untuk menyelaraskan
hubungan ke arah yang lebih baik. Dengan
mengakomodir tujuan sistem peradilan pidana sebagai keberhasilan semua kelompok
maka setiap konflik akan dimaknai sebagai suatu pergeseran mencari titik keseimbangan
yang lebih baik dalam mengapresiasi hubungan selanjutnya. Hubungan kemudian
dibangun atas dasar komunikasi, saling memahami, memerlukan dan tidak cepat tersinggung
terhadap sesuatu.
Dari sisi teori, sebagian besar konflik yang terjadi diantara para
penegak hukum (saya berusaha menghindari penggunaan kata “aparat” karena
menurut Prof. MR, dalam bahasa Rusia “aparat” adalah penegak hukum yang korup,
buruk dan sewenang-wenang) adalah konflik yang disebabkan oleh ancaman identitas, kesalahpahaman antar
budaya dan transformasi. Ancaman identitas sering berakar pada
hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan disertai ketakutan bahwa kehilangan atau penderitaan itu akan terulang
di masa datang. Kesalahpahaman antar budaya memahami bahwa konflik
disebabkan oleh ketidak cocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai
budaya yang berbeda. Sedang transformasi berasumsi
bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan
yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi.
Pembahasan yang menarik dan sangat dekat dengan keseharian oleh Pak
Bagong lalu ditutup oleh Pak Bambang Widjojanto pada bagian akhir diklat yang
menekankan bahwa suatu hubungan yang baik tidaklah hanya karena dibangun atas
dasar saling memberi dan menerima melainkan harus dengan memberi lebih banyak
untuk memulai suatu hubungan sebelum kemudian secara bersama-sama menerima hasil
lebih banyak, jauh dari yang telah dikeluarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar