Senin, 02 Januari 2012

Kaya Di Hulu – Miskin Di Hilir


Seorang kawan pernah mengatakan bahwa dari lima tahun masa kepemimpinan pemerintah di negeri ini, tahun pertama digunakan sebagai masa bulan madu, tahun kedua dan ketiga adalah masa pengembalian modal sedang tahun keempat dan kelima adalah tahun persiapan menjelang pilkada. Tentu saja selorohan itu bukan dimaksud untuk memvonis keadaan yang sebenarnya, meskipun juga tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Pola pembagian prioritas pembangunan seperti itu cukup menarik dipakai sebagai salah satu bahan untuk menelisik kinerja pemerintah pada tahun-tahun mendatang.

Tahun 2011 adalah tahun dimana pengetatan anggaran di tingkat bawah benar-benar dilakukan. Saking ketatnya upaya pemerintah pusat itu, pelaksana di tingkat lapangan seringkali keteteran melakukan langkah-langkah pembangunan. Alhasil, beberapa hari lalu, Presiden SBY mengeluhkan minimnya penyerapan anggaran pada seluruh kementerian/lembaga. Secara rata-rata, sampai dengan 30 November 2011, realisasi belanja Kementerian dan Lembaga di tingkat pusat  baru mencapai 71 % dari total anggaran yang tersedia. Ini mengandung makna bahwa dari jumlah APBN tahun 2011, ada 29 % anggaran yang tidak dapat digunakan oleh kementrian/lembaga sehingga harus dikembalikan kepada negara.

Belum lagi kalau kita bicara kebocoran anggaran yang diprediksi oleh Prof. Sumitro berkisar di angka 30 % dari total APBN. Angka itu juga dikukuhkan oleh prediksi Bank Dunia pada tahun 2003 yang menyebut angka 10-50 % dari angka APBN bangsa kita.

Pada tahun 2011 ini pula sentrum pemberantasan korupsi mengungkapkan besarnya angka-angka yang berseliweran di tingkat parlemen negara. Badan Anggaran ternyata penuh dengan permainan kongkalikong yang mengerikan. Kalau para petani mengenal sistem ijon terhadap produksi pertanian yang belum waktunya dipanen, di parlemen sistem ijon itu jauh lebih mengerikan. Mata publik terheran-heran menyaksikan para pengusaha berselingkuh dengan para penguasa lalu mencegat proyek-proyek pelaksanaan anggaran bahkan ketika masih berada pada tahap penganggaran

Rangkaian fakta-fakta di atas mengindikasikan beberapa hal. Pertama, ada uang dalam jumlah besar yang berseliweran di hulu (meskipun hanya berupa angka-angka di atas kertas), namun hanya tersedia dalam jumlah sedikit di tingkat hilir/lapangan. Pertanyaannya, kemana sebagian uang itu bergerak dan mengarah ? Kedua, sistem ekonomi pembangunan kita ternyata sangat rentan dibajak oleh para koruptor. Sistem yang ada memiliki berbagai kelemahan sehingga berpotensi melahirkan para koruptor baru. Kelemahan itu dibarengi pula dengan sistem penegakan hukum yang berfungsi bak pemadam kebakaran. Penegakan hukum hanya menangkapi para pelaku namun tidak pernah menyentuh sistem yang melingkupinya. Tidak heran kalau koruptor yang ditangkap dengan segera digantikan oleh koruptor lain dalam suatu siklus sistem yang rentan seperti itu.

Di tahun baru ini, 2012, grand strategy pembangunan kita masih tidak banyak berubah. Hal yang paling miris adalah Pemilu 2014 semakin mendekat. Kemungkinan, akan banyak para pencari dana yang bergerak mengupayakan biaya pemenangan pemilu. Operasi Batok kemungkinan akan digelar secara besar-besaran, baik secara halus, terang-terangan ataupun dengan “merampok”.
Kita sebagai warga bangsa mesti merapatkan barisan agar di tahun ini, demokrasi kita tidak dibajak oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Kita harus bersatu padu agar negara kita tidak terjerembab menjadi negara gagal.



Selamat tahun baru 2012…

3 komentar: