Seorang kawan pernah mengatakan bahwa dari lima
tahun masa kepemimpinan pemerintah di negeri ini, tahun pertama digunakan
sebagai masa bulan madu, tahun kedua dan ketiga adalah masa pengembalian modal
sedang tahun keempat dan kelima adalah tahun persiapan menjelang pilkada. Tentu
saja selorohan itu bukan dimaksud untuk memvonis keadaan yang sebenarnya,
meskipun juga tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Pola pembagian prioritas
pembangunan seperti itu cukup menarik dipakai sebagai salah satu bahan untuk
menelisik kinerja pemerintah pada tahun-tahun mendatang.
Tahun 2011 adalah tahun dimana pengetatan
anggaran di tingkat bawah benar-benar dilakukan. Saking ketatnya upaya
pemerintah pusat itu, pelaksana di tingkat lapangan seringkali keteteran
melakukan langkah-langkah pembangunan. Alhasil, beberapa hari lalu, Presiden
SBY mengeluhkan minimnya penyerapan anggaran pada seluruh kementerian/lembaga.
Secara rata-rata, sampai dengan 30 November 2011, realisasi belanja Kementerian
dan Lembaga di tingkat pusat baru
mencapai 71 % dari total anggaran yang tersedia. Ini mengandung makna bahwa
dari jumlah APBN tahun 2011, ada 29 % anggaran yang tidak dapat digunakan oleh
kementrian/lembaga sehingga harus dikembalikan kepada negara.
Belum lagi kalau kita bicara kebocoran anggaran
yang diprediksi oleh Prof. Sumitro berkisar di angka 30 % dari total APBN.
Angka itu juga dikukuhkan oleh prediksi Bank Dunia pada tahun 2003 yang
menyebut angka 10-50 % dari angka APBN bangsa kita.
Pada tahun 2011 ini pula sentrum pemberantasan
korupsi mengungkapkan besarnya angka-angka yang berseliweran di tingkat
parlemen negara. Badan Anggaran ternyata penuh dengan permainan kongkalikong
yang mengerikan. Kalau para petani mengenal sistem ijon terhadap produksi
pertanian yang belum waktunya dipanen, di parlemen sistem ijon itu jauh lebih
mengerikan. Mata publik terheran-heran menyaksikan para pengusaha berselingkuh
dengan para penguasa lalu mencegat proyek-proyek pelaksanaan anggaran bahkan
ketika masih berada pada tahap penganggaran
Rangkaian fakta-fakta di atas mengindikasikan beberapa hal. Pertama, ada uang dalam jumlah besar yang berseliweran di hulu (meskipun hanya berupa angka-angka di atas kertas), namun hanya tersedia dalam jumlah sedikit di tingkat hilir/lapangan. Pertanyaannya, kemana sebagian uang itu bergerak dan mengarah ? Kedua, sistem ekonomi pembangunan kita ternyata sangat rentan dibajak oleh para koruptor. Sistem yang ada memiliki berbagai kelemahan sehingga berpotensi melahirkan para koruptor baru. Kelemahan itu dibarengi pula dengan sistem penegakan hukum yang berfungsi bak pemadam kebakaran. Penegakan hukum hanya menangkapi para pelaku namun tidak pernah menyentuh sistem yang melingkupinya. Tidak heran kalau koruptor yang ditangkap dengan segera digantikan oleh koruptor lain dalam suatu siklus sistem yang rentan seperti itu.
Di tahun baru ini, 2012, grand strategy pembangunan kita masih tidak banyak berubah. Hal yang paling miris adalah Pemilu 2014 semakin mendekat. Kemungkinan, akan banyak para pencari dana yang bergerak mengupayakan biaya pemenangan pemilu. Operasi Batok kemungkinan akan digelar secara besar-besaran, baik secara halus, terang-terangan ataupun dengan “merampok”.
Kita sebagai warga bangsa mesti merapatkan
barisan agar di tahun ini, demokrasi kita tidak dibajak oleh orang yang tidak
bertanggung jawab. Kita harus bersatu padu agar negara kita tidak terjerembab
menjadi negara gagal.
Selamat tahun baru 2012…
Metode analisanya cukup bagus, izin share pak jaksa...
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusmakambule....
BalasHapus