Akhir tahun 2011
hingga awal tahun 2012, bidang Penegakan hukum
menampilkan dinamika yang sangat intens. Berbagai kasus yang bersentuhan
langsung dengan publik silih berganti muncul kepermukaan. Sorotan masyarakat
juga marak pada keberadaan institusi penegak hukum, kewenangannya maupun sistem beracara pada lembaga-lembaga
tersebut. Penegakan hukum hadir dalam perbincangan di warung-warung kopi hingga
menjadi bahan utama media massa dalam menyajikan berita. Berbagai survey juga hadir menyajikan informasi
tentang hukum, baik sebagai bidang yang mandiri atau yang berkaitan dengan
bidang lain seperti politik dan pemerintahan. Singkatnya, dunia penegakan hukum
benar-benar mendominasi persepsi dan memori publik sehari-hari.
Dengan dominasi
yang sedemikian kuat pada ingatan publik, menarik untuk melihat bagaimana
rencana pemerintah berkaitan dengan pembangunan bidang hukum pada tahun 2012
sesuai Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun
Anggaran 2012.
Dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2010-2014, Pemerintah menetapkan 3 (tiga)
agenda pembangunan nasional yang merupakan arah kebijakan pembangunan jangka
menengah, yaitu : (1) Sasaran pembangunan kesejahteraan; (2) Sasaran
pembangunan demokrasi; serta (3) Sasaran pembangunan penegakan hukum. Ketiga
sasaran strategis pembangunan nasional yang telah ditetapkan dalam RPMJN
2010-2014 tersebut, selanjutnya dijabarkan secara rinci dan bertahap ke dalam
tema-tema pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun.
RKP tahun 2012,
merupakan penjabaran RPJMN tahun 2010-2014, yang memuat langkah-langkah untuk
mendukung tercapainya Visi Indonesia 2014 yaitu, “ terwujudnya Indonesia yang
sejahtera, demokratis dan berkeadilan”. Tema RKP tahun 2012 yaitu “ percepatan
dan perluasan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, inklusif dan berkeadilan
bagi peningkatan kesejahteraan rakyat”.
Untuk melaksanakan
misi yang harus diemban dalam RPJMN 2010-2014 guna mewujudkan visi pembangunan
2010-2014, telah ditetapkan 11 prioritas nasional dalam RKP tahun 2012 yaitu :
(1). Reformasi birokrasi dan tata kelola; (2). Pendidikan; (3). Kesehatan; (4).
Penanggulangan kemiskinan; (5). Ketahanan Pangan; (6). Infrastruktur; (7). Iklim
investasi dan iklim usaha; (8). Energi; (9). Lingkungan hidup dan pengelolaan
bencana; (10). Daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik; (11). Kebudayaan,
kreatifitas dan inovasi teknologi.
Sejalan dengan tema
dan prioritas pembangunan nasional dalam RKP 2012 tersebut, alokasi anggaran
belanja tetap dalam koridor diarahkan pada pencapaian empat sasaran utama
strategi pembangunan, yaitu : (1). Mendorong laju pertumbuhan ekonomi (pro growth); (2). Menciptakan dan
memperluas lapangan kerja (pro job)
diantaranya melalui pemberian insentif fiskal guna meningkatkan investasi dan
ekspor serta peningkatan belanja modal untuk pembangunan infrastruktur; (3). Memperbaiki
kesejahteraan rakyat melalui program-program jaring pengaman sosial yang
berpihak pada rakyat miskin (pro poor);
(4). Ramah pelestarian lingkungan hidup dan merespon persoalan-persoalan
perubahan iklim (pro environment)
Selanjutnya
strategi tersebut dijabarkan dalam inisiatif-inisiatif baru, antara lain : (1).
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI); (2).
Percepatan pembangunan Papua, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur; (3). Mendorong
pelaksanaan program klaster empat dan; (4). Mendorong peningkatan kesempatan
kerja;
Pertumbuhan ekonomi
Indonesia berada pada angka 4,6 pada tahun 2009, lalu meningkat 6,1 pada 2010
dan 6,5 pada 2011. Angka-angka tersebut merupakan bagian dari grand design pemerintah yang ingin
menciptakan kondisi negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan perkapita
antara US$ 14,250 – US$ 15,500 dengan total nilai PDB antara US$ 4,0 Triliyun –
US$ 4,5 Triliyun. Untuk itu, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi riil
sebesar 6,4-7,5 % pada periode 2011-2014 dan sekitar 8,0-9,0 % pada periode
2015-2025.
Dalam Nota Keuangan
tersebut nampak bahwa dunia penegakan hukum, demokrasi ataupun keamanan dan
ketertiban tidak masuk 11 prioritas minimal tahun 2012. Sesungguhnya sikap
memandang “sebelah mata” persoalan dunia penegakan hukum telah terlihat dari
tema RKP 2012 yang lebih mengedepankan pertumbuhan ekonomi bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat. Bahkan para analis menyatakan bahwa selama beberapa tahun
terakhir hukum telah mengabdikan dirinya untuk kepentingan ekonomi. Pemerintah
selalu memasang logika bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan berimbas pada
penurunan tingkat kemiskinan sekaligus peningkatan jumlah orang sejahtera.
Logika ini masih menjadi perdebatan yang hangat bagi para ekonom. Bagi kalangan
ekonom yang menyanggahnya, tesis ini tidak mutlak benar dari sisi pragmatis
karena pertumbuhan ekonomi seperti yang terjadi di Indonesia hanya menguntungkan
segelintir masyarakat dan membenamkan sebagian besar yang lain ke jurang
kemiskinan. Inilah yang disebut “bubble
economic”. Tidak mengherankan, disaat pemerintah melansir pertumbuhan
ekonomi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, masyarakat kecil juga
terus-menerus mengeluhkan kesulitan hidup menjangkau harga-harga.
foto : kabar pagi-tvOne |
Sikap pemerintah
yang lebih mengedepankan aspek ekonomi dalam setiap RPK pada implementasinya di
lapangan memantik sejumlah masalah. Dengan mendahulukan pertumbuhan ekonomi,
pemerintah tentu saja akan memberi insentif-insentif khusus pada dunia usaha.
Insentif itu tidak hanya berkaitan dengan keringanan pajak ataupun kemudahan
birokrasi melainkan juga perlindungan dari sisi keamanan dan gangguan berusaha.
Celakanya,
perlindungan terhadap keamanan ini ditafsirkan secara membabi buta, sehingga
ketika terjadi persengketaan dengan masyarakat setempat, pemerintah secara
jelas mengambil posisi di belakang para pengusaha. Atas dalih investasi,
masyarakat lokal setempat harus menanggung resiko ditembaki atau diusir dari
wilayahnya. Sengketa agraria yang terjadi menjadi tidak seimbang karena
pemerintah yang seharusnya menjadi penengah, malah ikut mendukung salah satu
pihak. Kasus Mesuji bagaikan pucuk dari suatu gunung es. Negara ini seringkali
menghadapi sengketa yang serupa, mulai dari sengketa tanah ulayat PT. Freeport
di Papua, PT. Lonsum di Sulsel, izin kuasa Pertambangan di Raba Bima ataupun
PT. Newmont Minahasa Raya di Sulawesi Utara.
Dalam setiap
sengketa antara perusahaan dan masyarakat setempat, pemihakan pemerintah selalu
menimbulkan persoalan menjadi lebih luas. Rangkaian kasus-kasus kekerasan
terhadap warga seringkali menggeser persoalan sengketa agraria yang privat
menjadi persoalan kekerasan yang memancing kemarahan publik. Media lalu memblow
up kasus-kasus kekerasan yang terjadi sehingga melupakan persoalan yang
sebenarnya yaitu pemihakan pemerintah yang terang-terangan pada pelaku dunia
usaha. Dalam konteks ini, sebenarnya Negara bukan
tidak hadir melainkan melakukan pemihakan secara nyata
Suatu pertumbuhan
ekonomi seringkali mengambil posisi vis a vis dengan hukum. Tidak salah kalau
Jusuf Kalla (JK) pernah mengatakan kalau ekonomi diibaratkan sebagai tuas gas
dalam mobil maka hukum adalah tuas rem. Keduanya adalah instrumen penting bagi
pencapaian tujuan dan keselamatan.
Keberadaan salah satu instrumen tidak boleh menihilkan instrumen lain.
Keduanya harus bekerja sama dalam suatu kondisi yang kondusif. Sopirlah yang
harus pandai-pandai memainkan peran agar keduanya berfungsi secara cermat dan
menciptakan hasil yang positif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar