Rabu, 11 Januari 2012

Hulu Ekonomi dari Kasus-Kasus Pelanggaran Hukum


Akhir tahun 2011 hingga awal tahun 2012, bidang Penegakan hukum menampilkan dinamika yang sangat intens. Berbagai kasus yang bersentuhan langsung dengan publik silih berganti muncul kepermukaan. Sorotan masyarakat juga marak pada keberadaan institusi penegak hukum, kewenangannya maupun  sistem beracara pada lembaga-lembaga tersebut. Penegakan hukum hadir dalam perbincangan di warung-warung kopi hingga menjadi bahan utama media massa dalam menyajikan berita.  Berbagai survey juga hadir menyajikan informasi tentang hukum, baik sebagai bidang yang mandiri atau yang berkaitan dengan bidang lain seperti politik dan pemerintahan. Singkatnya, dunia penegakan hukum benar-benar mendominasi persepsi dan memori publik sehari-hari.

Dengan dominasi yang sedemikian kuat pada ingatan publik, menarik untuk melihat bagaimana rencana pemerintah berkaitan dengan pembangunan bidang hukum pada tahun 2012 sesuai Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2012.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2010-2014, Pemerintah menetapkan 3 (tiga) agenda pembangunan nasional yang merupakan arah kebijakan pembangunan jangka menengah, yaitu : (1) Sasaran pembangunan kesejahteraan; (2) Sasaran pembangunan demokrasi; serta (3) Sasaran pembangunan penegakan hukum. Ketiga sasaran strategis pembangunan nasional yang telah ditetapkan dalam RPMJN 2010-2014 tersebut, selanjutnya dijabarkan secara rinci dan bertahap ke dalam tema-tema pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun.

RKP tahun 2012, merupakan penjabaran RPJMN tahun 2010-2014, yang memuat langkah-langkah untuk mendukung tercapainya Visi Indonesia 2014 yaitu, “ terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan”. Tema RKP tahun 2012 yaitu “ percepatan dan perluasan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, inklusif dan berkeadilan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat”.
Untuk melaksanakan misi yang harus diemban dalam RPJMN 2010-2014 guna mewujudkan visi pembangunan 2010-2014, telah ditetapkan 11 prioritas nasional dalam RKP tahun 2012 yaitu : (1). Reformasi birokrasi dan tata kelola; (2). Pendidikan; (3). Kesehatan; (4). Penanggulangan kemiskinan; (5). Ketahanan Pangan; (6). Infrastruktur; (7). Iklim investasi dan iklim usaha; (8). Energi; (9). Lingkungan hidup dan pengelolaan bencana; (10). Daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik; (11). Kebudayaan, kreatifitas dan inovasi teknologi.

Sejalan dengan tema dan prioritas pembangunan nasional dalam RKP 2012 tersebut, alokasi anggaran belanja tetap dalam koridor diarahkan pada pencapaian empat sasaran utama strategi pembangunan, yaitu : (1). Mendorong laju pertumbuhan ekonomi (pro growth); (2). Menciptakan dan memperluas lapangan kerja (pro job) diantaranya melalui pemberian insentif fiskal guna meningkatkan investasi dan ekspor serta peningkatan belanja modal untuk pembangunan infrastruktur; (3). Memperbaiki kesejahteraan rakyat melalui program-program jaring pengaman sosial yang berpihak pada rakyat miskin (pro poor); (4). Ramah pelestarian lingkungan hidup dan merespon persoalan-persoalan perubahan iklim (pro environment)
Selanjutnya strategi tersebut dijabarkan dalam inisiatif-inisiatif baru, antara lain : (1). Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI); (2). Percepatan pembangunan Papua, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur; (3). Mendorong pelaksanaan program klaster empat dan; (4). Mendorong peningkatan kesempatan kerja;

Pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada angka 4,6 pada tahun 2009, lalu meningkat 6,1 pada 2010 dan 6,5 pada 2011. Angka-angka tersebut merupakan bagian dari grand design pemerintah yang ingin menciptakan kondisi negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan perkapita antara US$ 14,250 – US$ 15,500 dengan total nilai PDB antara US$ 4,0 Triliyun – US$ 4,5 Triliyun. Untuk itu, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4-7,5 % pada periode 2011-2014 dan sekitar 8,0-9,0 % pada periode 2015-2025.

Dalam Nota Keuangan tersebut nampak bahwa dunia penegakan hukum, demokrasi ataupun keamanan dan ketertiban tidak masuk 11 prioritas minimal tahun 2012. Sesungguhnya sikap memandang “sebelah mata” persoalan dunia penegakan hukum telah terlihat dari tema RKP 2012 yang lebih mengedepankan pertumbuhan ekonomi bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Bahkan para analis menyatakan bahwa selama beberapa tahun terakhir hukum telah mengabdikan dirinya untuk kepentingan ekonomi. Pemerintah selalu memasang logika bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan berimbas pada penurunan tingkat kemiskinan sekaligus peningkatan jumlah orang sejahtera. Logika ini masih menjadi perdebatan yang hangat bagi para ekonom. Bagi kalangan ekonom yang menyanggahnya, tesis ini tidak mutlak benar dari sisi pragmatis karena pertumbuhan ekonomi seperti yang terjadi di Indonesia hanya menguntungkan segelintir masyarakat dan membenamkan sebagian besar yang lain ke jurang kemiskinan. Inilah yang disebut “bubble economic”. Tidak mengherankan, disaat pemerintah melansir pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, masyarakat kecil juga terus-menerus mengeluhkan kesulitan hidup menjangkau harga-harga.

foto : kabar pagi-tvOne
Sikap pemerintah yang lebih mengedepankan aspek ekonomi dalam setiap RPK pada implementasinya di lapangan memantik sejumlah masalah. Dengan mendahulukan pertumbuhan ekonomi, pemerintah tentu saja akan memberi insentif-insentif khusus pada dunia usaha. Insentif itu tidak hanya berkaitan dengan keringanan pajak ataupun kemudahan birokrasi melainkan juga perlindungan dari sisi keamanan dan gangguan berusaha.

Celakanya, perlindungan terhadap keamanan ini ditafsirkan secara membabi buta, sehingga ketika terjadi persengketaan dengan masyarakat setempat, pemerintah secara jelas mengambil posisi di belakang para pengusaha. Atas dalih investasi, masyarakat lokal setempat harus menanggung resiko ditembaki atau diusir dari wilayahnya. Sengketa agraria yang terjadi menjadi tidak seimbang karena pemerintah yang seharusnya menjadi penengah, malah ikut mendukung salah satu pihak. Kasus Mesuji bagaikan pucuk dari suatu gunung es. Negara ini seringkali menghadapi sengketa yang serupa, mulai dari sengketa tanah ulayat PT. Freeport di Papua, PT. Lonsum di Sulsel, izin kuasa Pertambangan di Raba Bima ataupun PT. Newmont Minahasa Raya di Sulawesi Utara.

Dalam setiap sengketa antara perusahaan dan masyarakat setempat, pemihakan pemerintah selalu menimbulkan persoalan menjadi lebih luas. Rangkaian kasus-kasus kekerasan terhadap warga seringkali menggeser persoalan sengketa agraria yang privat menjadi persoalan kekerasan yang memancing kemarahan publik. Media lalu memblow up kasus-kasus kekerasan yang terjadi sehingga melupakan persoalan yang sebenarnya yaitu pemihakan pemerintah yang terang-terangan pada pelaku dunia usaha. Dalam konteks ini, sebenarnya Negara bukan tidak hadir melainkan melakukan pemihakan secara nyata

Suatu pertumbuhan ekonomi seringkali mengambil posisi vis a vis dengan hukum. Tidak salah kalau Jusuf Kalla (JK) pernah mengatakan kalau ekonomi diibaratkan sebagai tuas gas dalam mobil maka hukum adalah tuas rem. Keduanya adalah instrumen penting bagi pencapaian tujuan dan keselamatan.  Keberadaan salah satu instrumen tidak boleh menihilkan instrumen lain. Keduanya harus bekerja sama dalam suatu kondisi yang kondusif. Sopirlah yang harus pandai-pandai memainkan peran agar keduanya berfungsi secara cermat dan menciptakan hasil yang positif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar