Foto : FB Hany Adhy Astuti |
Tanggal 7 – 10 Agustus 2017
kemarin, saya bersama seorang kawan ditugaskan oleh pimpinan untuk mengikuti
kegiatan In House Training di Hotel Ayaartha Malioboro Jogja. Kegiatan tersebut
diselenggarakan oleh Satgas SDA Kejaksaan Agung bekerjasama dengan Wildlife
Conservation Society – Indonesia Program (WCS). Peserta yang diundang datang dari beberapa
Kejaksaan Negeri di wilayah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta serta dari Bareksrim Polri;
In House Training yang mengambil
tema “Peningkatan Kapasitas Penuntut Umum dalam Penanganan Tindak Pidana Satwa
Liar yang dilindungi” menghadirkan pembicara dari Jakarta, yaitu dari instansi
seperti WCS, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktur TPUL Kejaksaan Agung,
Tipiter Mabes Polri, PPATK, Bea Cukai, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman,
Satgas SDA Kejaksaan Agung, Hakim (Pengadilan) Balitbang Bioteknologi KKLH dan UGM
Pelatihan yang berlangsung dari
pagi sampai sore hari itu banyak dipenuhi dengan pemaparan, pemutaran film,
studi/bedah kasus dan diskusi. Perdagangan satwa liar dan beberapa tindak
pidana yang terkait dipaparkan dari berbagai sisi.
Peraturan terhadap Tindak pidana
Satwa Liar yang dilindungi tersebar dalam berbagai peraturan per-UU-an seperti
: UU No. 5/1990 tentang KSDA hayati dan Ekosistemnya, PP No. 68/1998 tentang
Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam, Keppres No. 4/1993 tentang Satwa dan
Bunga Nasional, PP No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, PP
No. 8/ 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar dan beberapa keputusan
Menteri
Secara materil, penyebab
terjadinya TP perdagangan satwa yang dilindungi misalnya untuk kegemaran/hobby,
untuk obat-obatan, untuk gengsi atau status sosial, untuk mitos/budaya atau demi alasan
ekonomi/mendatangkan keuntungan yang besar;
Dari sisi hukum acara, penanganan
terhadap Tindak pidana Satwa Liar akan banyak bergantung pada keterangan ahli.
Di lapangan, barang bukti dapat saja hanya berupa potongan/ bagian hewan, baik
yang masih berbentuk makhluk hidup ataupun telah berubah bentuk. Pemeriksaan
laboratorium akan sangat menentukan apakah barang bukti tersebut adalah bagian
dari hewan yang dilindungi atau hanya merupakan tiruan.
Di persidangan, keterangan ahli
akan memicu perdebatan tentang dua hal, pertama soal kapabilitas dan kredibilitas
ahli, dan kedua soal urut-urutan prosedur atau SOP ketika ahli melakukan
pemeriksaan. Dalam putusan dengan terdakwa Antasari, Majelis Hakim terbagi dua dalam
menyikapi keterangan ahli. Majelis Hakim mayoritas berpendapat bahwa keterangan
ahli tidak mengikat pertimbangan hakim sehingga Hakim boleh mengesampingkan
keterangan ahli. Pendapat berbeda (dissenting opinion) datang dari Prof. Surya
Jaya yang berpendapat sebaliknya bahwa terhadap ilmu pengetahuan yang Hakim
tidak memiliki pengetahuan atasnya, Keterangan Ahli mengikat putusan sehingga
karenanya, Hakim harus mempertimbangkan dan tidak boleh mengesampingkan hal
itu.
Satu hal yang menjadi sorotan
dalam pelatihan tersebut adalah berkaitan dengan rendahnya tuntutan Jaksa dan
vonis Hakim dalam beberapa kasus.
Menurut pemateri dan juga panitia, rendahnya pidana tersebut disebabkan
oleh masih minimnya perhatian terhadap akibat kerusakan ekosistim/ lingkungan
di kalangan penegak hukum. Masih banyak penegak hukum yang berpandangan bahwa
kerusakan yang terjadi bersifat tidak langsung dan bersifat parsial karena
hanya melibatkan pelaku-pelaku dengan jumlah barang bukti kecil dan tidak pula
menarik perhatian masyarakat;
Hal lain yang menarik adalah
semua perkara yang terkait dengan penanganan TP satwa liar yang dilindungi,
perikanan, lingkungan hidup adalah Perkara penting yang pengendalian rentutnya
sampai ke Kejaksaan Agung
Rendahnya tuntutan dan vonis di
dunia peradilan menumbuhkan usulan dari beberapa personil WCS agar mengefektifkan
penuntutan dengan menggunakan Pasal-pasal yang memiliki ancaman pidana
maksimal-minimal dalam UU.
Pendapat demikian menurut saya
agak kurang tepat. Tuntutan dan vonis tidak boleh didasarkan pada pilihan
hukuman yang berat dan menafikan aturan lainnya yang lebih tepat. Dalam
pandangan saya, Tuntutan dan vonis harus
berdasar pada fakta perbuatan yang dilakukan pelaku. Soal berat atau ringannya
pemidanaan lebih berkaitan dengan kesamaan pandangan antara Penuntut Umum dan
Hakim. Kesepakatan untuk melihat TP terhadap satwa liar yang dilindungi sebagai
usaha untuk menjaga kelestarian alam dan mewariskan lingkungan yang baik dan
sehat terhadap anak-anak kita kelak;