Hidup tidak melulu berisi
pencapaian-pencapaian. Hidup tidak hanya berputar pada soal kesuksesan. Hidup
juga berisi sederet kegagalan yang menyesakkan dada. Yaa, hidup juga adalah
serangkaian kekecewaan yang pedih
Beberapa waktu lalu saya mencoba mengikuti
seleksi program pasca sarjana (S3) di UGM. Di almamater Pak Jokowi itu saya
harus menghadapi serangkaian tes seleksi. Mulai dari pendaftaran, upload
dokumen (termasuk rekomendasi dosen/atasan), tes tertulis sampai pada wawancara
dengan Pak Dekan
Saya menghadapi seleksi dengan
hati gembira. Sejak awal, saya meyakini bahwa seleksi ini harus dihadapi dengan
optimis dan tenang. Saya tipe orang yang percaya bahwa rencana Tuhan untuk
mendaftarkan saya di UGM adalah rencana terbaik.
Maka mulailah saya mengikuti tes
seleksi. Pada bagian awal saya telah mengikuti tes potensi akademik dan semacam
tes Toefl . Saya berhasil melewati passing grade yang harus dipersyaratkan.
Saya juga menyerahkan proposal disertasi dengan tema pengarusutamaan sistem
peradilan pidana dalam penyelesaian konflik sosial .
Dalam sesi ujian tulis, saya
merasa bahwa saya mampu menjawab dengan baik beberapa soal teori, asas dan
filsafat hukum. Teori tentang staatgrundsnorm, beda utulitarian versi Bentham,
Mills dan Jhering ataupun soal ultra petita dalam hukum acara. Ketika menjalani
proses wawancara, saya menjelaskan dengan gamblang bahwa ada sponsor perusahaan
besar di belakang saya yang siap membantu pendanaan kuliah. Saya memang agak
tercekat terhadap dua pertanyaan Pak Dekan. Yang pertama tentang bagaimana
kalau lulus seleksi dan Kantor mengadakan mutasi keluar Jogja sedangkan yang
kedua, apakah proposal disertasi sudah dikonsultasikan kepada para guru besar ?
Terhadap kedua pertanyaan itu,
saya memang agak lambat merespon. Walaupun waktu wawancara saya paling singkat
(mungkin sudah dicoret ketika proses wawancara itu). Maaf, Anda Tidak Lolos Seleksi. Saya harus menerima takdir
tidak mampu memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan oleh UGM.
Apakah kemudian saya kecewa ? Ya,
saya memang kecewa pada awalnya. Tapi kemudian saya kembali 100 %. Bagi saya,
sepanjang segalanya telah dilakukan secara maksimal, Tuhan pasti akan
memilihkan yang terbaik buat kita. Tuhan tidak memberi yang kita inginkan,
Tuhan memberi yang kita butuhkan. Dibalik ini semua saya percaya ada rencana lain yang Tuhan siapkan untuk saya
Mungkin memang ini jalan terbaik.
Beasiswa yang sudah di tangan pun harus hangus karenanya. Tapi gak apa-apa.
Bukankah ketika Tuhan menutup satu pintu, pada saat yang bersamaan, Ia juga membuka pintu-pintu yang lain ?
Selamat jalan Program S3. Terima
kasih telah mewarnai jalan hidupku selama beberapa waktu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar