Rabu, 19 Februari 2014

Eksaminasi Publik perkara Bioremediasi PT. Chevron di Jogjakarta

Tidak ada aturan yang melarang suatu eksaminasi terhadap penanganan perkara, apalagi kalau eksaminasi itu dilakukan publik. Meskipun menurut kebiasaan, eksaminasi dilakukan setelah suatu putusan berkekuatan hukum tetap, tidak ada larangan pula kalau itu dilakukan dalam proses persidangan. Secara etika, eksaminasi dilakukan setelah tidak ada upaya hukum lain dengan maksud agar Majelis Hakim yang mengadili perkara tersebut tidak diintervensi kegiatan ekstra judisial dalam memutus sesuatu secara judisial.

Pengertian eksaminasi putusan dalam kaitan dengan penanganan perkara sendiri beragam meskipun dapat ditarik benang merah sebagai suatu bentuk pengawasan dan pemeriksaan terhadap sebuah putusan pengadilan dalam kaitannya dengan aturan perundang-undangan.

Atas dasar pemahaman seperti itulah, diselenggarakan acara dengan tema “Eksaminasi Publik Putusan Pengadilan Perkara Pelanggaran Undang-Undang Lingkungan Hidup sebagai Tindak Pidana Korupsi dalam kasus PT. Chevron Pacific Indonesia”. Judul eksaminasi yang sangat provokatif menggiring para peserta untuk memiliki pemahaman awal sesuai kehendak Panitia, meskipun kemudian disanggah bahwa Panitia tidak bermaksud demikian.

Peserta Eksaminasi Publik yang diundang, datang dari berbagai latar belakang, mulai dari Hakim/mantan Hakim, Jaksa, Polisi, Pengacara, Akademisi, Pihak PT. Chevron Pacific Indonesia/PT. CPI dan Tim Pengacara dari PT. CPI

Sayangnya (atau sialnya), putusan pengadilan dalam perkara yang hendak dieksaminasi itu hanya dibagikan secara terbatas pada para eksaminator sebanyak 6 orang yang bertugas melakukan eksaminasi dan memaparkan hasilnya di depan peserta. M. Hakim Nasution, SH. LLM : Tinjauan Aspek-aspek Kontrak Bagi Hasil, Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf, SH. MH : Perizinan Pengelolaa Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) oleh PT. Chevron Pacific Indonesia, Dr. Arief Setiawan, SH. MH : Eksaminasi Putusan Perkara Pidana No. 81, 82 dan 85/Pid. B/tpk/PN.Jkt.Pst an. Terdakwa Herland Bin Ompo, Widodo dan Ir. Ricky Prematury, Dipl. MM, Dr. Mudzakkir, SH. MH : Eksaminasi Publik terhadap Putusan Pengadilan dalam perkara Pelanggaran Undang-Undang Lingkungan Hidup sebagai perkara Tindak Pidana Korupsi dalam Kasus PT. Chevron Pacific Indonesia, Dr. Chairul Huda, SH. MH : Perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana korupsi yang bersumber dari hubungan hukum kontrak dalam bentuk Production Sharing Contract  (PSC), Prof.  Dr. Edward O.S Hiariej, SH. MH : Hukum Acara Pidana dalam praktek penegakan hukum Tindak Pidana Korupsi dalam kaitannya dengan perkara bioremediasi;

Tentu saja diskusi lebih banyak berlangsung searah. Selain karena belum pernah membaca putusan, peserta juga hanya disuguhi materi yang dicuplik dari putusan. Putusan salah satu perkara baru dibagikan pada hari kedua ketika agenda acara berlanjut dengan diskusi sesama peserta. Diskusi ini juga agak janggal karena di”embel-embeli” maksud untuk memberikan sumbang saran pada eksaminator sebelum eksaminator memaparkan hasil kesimpulan.

Seorang peserta yang juga seorang pengacara ternama di Jogja dalam perbincangan secara tertutup berseloroh dengan mengatakan bahwa kegiatan tersebut dilakukan atas “sponsor” PT. Chevron Pacific Indonesia untuk menggalang opini publik/akademisi, mendukung para terdakwa sekaligus mempersiapkan materi kasasi dalam perkara tersebut. Bahkan ketika seorang penanya menanyakan hal senada, tidak juga ada tanggapan dari panitia.

Pemilihan eksaminator sejak awal juga menunjukkan adanya “pemihakan” panitia kegiatan. Dalam acara itu hadir 3 orang eksaminator yang pernah memberikan keterangan sebagai ahli dalam persidangan perkara bioremediasi yaitu M. Hakim Nasution, SH. LLM, Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf, SH. MH dan Prof.  Dr. Edward O.S Hiariej, SH. MH;

Jalanya kegiatan eksaminasi publik tersebut didominasi oleh pandangan yang menyalahkan Penyidik, diantaranya : bahwa perkara ini dipaksakan karena pelapornya adalah orang yang pernah kalah dalam proses pelelangan, perkara bioremediasi seharusnya lebih tepat menggunakan UU Lingkungan atau bahkan masuk perkara perdata dan administrasi ketimbang dipaksakan sebagai perkara tindak pidana korupsi.

Eksaminator juga menyalahkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang mengambil pertimbangan putusan dari sisi yang memberatkan terdakwa dan mengesampingkan alat-alat bukti yang meringankan terdakwa.


Dalam kegiatan tersebut, sebagian besar peserta dari kalangan Hakim, Jaksa, Polisi dan Pengacara mempertanyakan independensi penyelenggara mulai dari pemilihan judul hingga komposisi eksaminator. Sebagian peserta juga mempertanyakan materi eksaminasi yang saat ini sedang dalam proses persidangan dan belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

                                                       Cangkringan, kaki gunung merapi DIY, 20 Feb 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar