Tidak ada aturan yang melarang
suatu eksaminasi terhadap penanganan perkara, apalagi kalau eksaminasi itu
dilakukan publik. Meskipun menurut kebiasaan, eksaminasi dilakukan setelah
suatu putusan berkekuatan hukum tetap, tidak ada larangan pula kalau itu dilakukan
dalam proses persidangan. Secara etika, eksaminasi dilakukan setelah tidak ada
upaya hukum lain dengan maksud agar Majelis Hakim yang mengadili perkara
tersebut tidak diintervensi kegiatan ekstra judisial dalam memutus sesuatu
secara judisial.
Pengertian eksaminasi putusan
dalam kaitan dengan penanganan perkara sendiri beragam meskipun dapat ditarik
benang merah sebagai suatu bentuk pengawasan dan pemeriksaan terhadap sebuah
putusan pengadilan dalam kaitannya dengan aturan perundang-undangan.
Atas dasar pemahaman seperti
itulah, diselenggarakan acara dengan tema “Eksaminasi
Publik Putusan Pengadilan Perkara Pelanggaran Undang-Undang Lingkungan Hidup
sebagai Tindak Pidana Korupsi dalam kasus PT. Chevron Pacific Indonesia”. Judul
eksaminasi yang sangat provokatif menggiring para peserta untuk memiliki
pemahaman awal sesuai kehendak Panitia, meskipun kemudian disanggah bahwa Panitia tidak bermaksud demikian.
Peserta
Eksaminasi Publik yang diundang, datang dari berbagai latar belakang, mulai
dari Hakim/mantan Hakim, Jaksa, Polisi, Pengacara, Akademisi, Pihak PT. Chevron
Pacific Indonesia/PT. CPI dan Tim Pengacara dari PT. CPI
Sayangnya (atau sialnya), putusan pengadilan dalam perkara yang hendak
dieksaminasi itu hanya dibagikan secara terbatas pada para eksaminator sebanyak
6 orang yang bertugas melakukan eksaminasi dan memaparkan hasilnya di depan
peserta. M. Hakim Nasution, SH. LLM : Tinjauan Aspek-aspek Kontrak Bagi Hasil, Prof.
Dr. Asep Warlan Yusuf, SH. MH : Perizinan Pengelolaa Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) oleh PT. Chevron Pacific Indonesia, Dr. Arief Setiawan, SH. MH :
Eksaminasi Putusan Perkara Pidana No. 81, 82 dan 85/Pid. B/tpk/PN.Jkt.Pst an.
Terdakwa Herland Bin Ompo, Widodo dan Ir. Ricky Prematury, Dipl. MM, Dr.
Mudzakkir, SH. MH : Eksaminasi Publik terhadap Putusan Pengadilan dalam perkara
Pelanggaran Undang-Undang Lingkungan Hidup sebagai perkara Tindak Pidana
Korupsi dalam Kasus PT. Chevron Pacific Indonesia, Dr. Chairul Huda, SH. MH :
Perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana korupsi yang bersumber dari
hubungan hukum kontrak dalam bentuk Production Sharing Contract (PSC), Prof.
Dr. Edward O.S Hiariej, SH. MH : Hukum Acara Pidana dalam praktek
penegakan hukum Tindak Pidana Korupsi dalam kaitannya dengan perkara
bioremediasi;
Tentu saja diskusi lebih banyak
berlangsung searah. Selain karena belum pernah membaca putusan, peserta juga
hanya disuguhi materi yang dicuplik dari putusan. Putusan salah satu perkara
baru dibagikan pada hari kedua ketika agenda acara berlanjut dengan diskusi
sesama peserta. Diskusi ini juga agak janggal karena di”embel-embeli” maksud
untuk memberikan sumbang saran pada eksaminator sebelum eksaminator memaparkan
hasil kesimpulan.
Seorang peserta yang juga seorang pengacara ternama di
Jogja dalam perbincangan secara tertutup berseloroh dengan mengatakan bahwa kegiatan
tersebut dilakukan atas “sponsor” PT. Chevron Pacific Indonesia untuk
menggalang opini publik/akademisi, mendukung para terdakwa sekaligus
mempersiapkan materi kasasi dalam perkara tersebut. Bahkan ketika seorang
penanya menanyakan hal senada, tidak juga ada tanggapan dari panitia.
Pemilihan eksaminator sejak awal juga menunjukkan adanya
“pemihakan” panitia kegiatan. Dalam acara itu hadir 3 orang eksaminator yang
pernah memberikan keterangan sebagai ahli dalam persidangan perkara
bioremediasi yaitu M. Hakim Nasution, SH. LLM, Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf, SH.
MH dan Prof. Dr. Edward O.S Hiariej, SH.
MH;
Jalanya kegiatan eksaminasi publik tersebut didominasi oleh
pandangan yang menyalahkan Penyidik, diantaranya : bahwa perkara ini dipaksakan
karena pelapornya adalah orang yang pernah kalah dalam proses pelelangan, perkara
bioremediasi seharusnya lebih tepat menggunakan UU Lingkungan atau bahkan masuk
perkara perdata dan administrasi ketimbang dipaksakan sebagai perkara tindak
pidana korupsi.
Eksaminator juga menyalahkan Majelis Hakim Pengadilan
Tipikor yang mengambil pertimbangan putusan dari sisi yang memberatkan terdakwa
dan mengesampingkan alat-alat bukti yang meringankan terdakwa.
Dalam kegiatan tersebut, sebagian
besar peserta dari kalangan Hakim, Jaksa, Polisi dan Pengacara mempertanyakan
independensi penyelenggara mulai dari pemilihan judul hingga komposisi
eksaminator. Sebagian peserta juga mempertanyakan materi eksaminasi yang saat
ini sedang dalam proses persidangan dan belum memperoleh kekuatan hukum yang
tetap.
Cangkringan, kaki gunung merapi DIY, 20 Feb 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar