Selasa, 27 Desember 2016

Curhat gak jelas : Informasi Hukum



Minggu lalu pada suatu dini hari, saya mendapat email dari seorang kawan yang bekerja sebagai Asisten Hakim Agung di Mahkamah Agung. Beritanya singkat, Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 telah dipublikasikan. Saya langsung menuju ke link yang disebutkannya dan mendapati kebenaran informasi tersebut. 

Saya kagum dengan proses penyampaian informasi dan publikasinya kepada khalayak ramai. Kalau dipikir, bukan kali ini saja, Mahkamah Agung yang dipimpin oleh para tetua itu mengetengahkan ke publik hasil rapat penting untuk mengisi kekosongan hukum. Jalur penyampaian informasi yang mengandalkan teknologi guna mengantisipasi kelemahan birokrasi adalah bentuk terobosan yang brilian.

Di negeri ini, sistem birokrasi telah banyak menghambat berbagai penyampaian informasi yang cepat dan akurat. Di institusi hukum, informasi baru bisa keluar berdasar contekan yang penuh paraf disana-sini. Selalu ada bayang-bayang ketakutan kalau kemudian informasi itu berkembang tidak terkendali dan menimbulkan ekses. Maka informasi kemudian berkembang menjadi barang mahal yang penuh perjuangan untuk mengaksesnya;

Di lembaga lain, informasi harus melalui satu pintu. Tidak boleh ada personil yang memberikan pernyataan tanpa restu dari pimpinan. Yang terjadi adalah, hampir seluruh pegawainya mendadak sakit gigi kalau ada jurnalis yang tiba-tiba mendekat. Hidup mejadi paranoid terhadap orang-orang tertentu yang ingin meminta akses terhadap sesuatu hal. Sementara di tingkat pimpinan, para ajudan, staf ataupun bawahan lain terus membentengi, menciptakan barrier yang kuat agar tidak ada orang lain yang mendekat dan bertanya ini itu.

Memang ada website yang disediakan, namun saya percaya bahwa website itu hanya sekedar lip service atau pencitraan semata. Informasi yang hadir bagaikan siaran TVRI jaman baheula yang menceritakan tentang sisi seremonial dari suatu kegiatan. Tidak ada analisa yang mencerahkan, yang ada hanya kekaguman dan puja-puji terhadap keberhasilan, kesuksesan dan langkah maju yang hakekatnya adalah klaim-klaim sepihak.
Kembali ke Hasil Rapat Pleno Mahkamah Agung 2016, rapat tersebut seperti biasanya dilakukan para Hakim Agung, para Panitera dan para Asisten. Semua adalah jajaran pimpinan yang sangat mengerti persoalan di level akar rumput. Boleh jadi pemetaan masalah itu dilakukan oleh perwakilan di daerah, namun kesigapan dan kecepatan para pejabat di Jakarta telah menutupi rentang jarak dan waktu.

Kawan di Mahkamah Agung itu juga bercerita, DIM (Daftar Inventaris Masalah) yang dibahas di level pimpinan adalah kiriman dari daerah. Semua bentuk persuratan memanfaatkan kecanggihan teknologi melalui jalur email/internet sehingga para Ketua PN dan Ketua PT tidak perlu hadir secara fisik menghamburkan anggaran MA. Dengan jalan itu porsi anggaran dapat digeser untuk meningkatkan operasional dan kinerja pegawai